“Dek, malam minggu nanti jalan yuk!!!” Dengan dada berdebar,
Roni, seorang pemuda jomblo mengajak ade-adeannya jalan.
“Jalan kemana Kak?” Rani menjawab sambil menyembunyikan
wajah yang tersipu malu.
Mereka berdua sudah sangat lama sekali saling menyukai, tapi
mereka berdua masih saja berada dalam fase kakak adean. Tidak ada yang berani
mengatakan duluan, mereka berdua takut seandainya ditolak, mereka akan saling
menjauh satu sama lain. Masalah standar kakak adean yang selalu terjadi memang
seperti ini, mau ngomong duluan, tapi takut. Akhirnya mereka terjebak dalam
Brother Sister Zone, sedikit lebih tinggi dari Friend Zone.
“Kita jalan-jalan aja, kebetulan aku baru beli motor baru.
Aku pengen kamu jadi orang pertama yang dibonceng pake motor baru aku.”
Rani menatap mata Roni dalam-dalam, Rani sangat ingin sekali
diboncengin pake motor baru Roni. Seumur hidup Rani, Rani belum pernah
sekalipun diboncengin Roni. Setiap Roni mengajak Rani jalan, mereka berdua
selalu jalan kaki. Saking seringnya berjalan kaki, betis Rani menjadi parises.
“Iya Ade mau aja sih jalan-jalan sama Kakak. Tapi..... Ade
harus belajar buat UN.”
Roni menggenggam tangan Rani erat-erat, tangan Roni bergetar
ketika memegang tangan Rani. “Percaya sama aku. Enggak akan ada hal buruk
terjadi sama UN kamu walaupun kita pergi jalan.” Roni mencoba sedikit memaksa
Rani untuk mau jalan bareng.
Rani tertunduk sebentar, dia berpikir, Rani enggak enak kalo
harus menolak ajakan Roni untuk pergi. Tapi di sisi lain, Rani harus menghadapi
UN yang sudah di depan mata. “Kakak, aku harus belajar buat UN. Gimana kalo aku
ga lulus UN? Aku ga mau kayak kakak. Aku ga mau ga lulus SMP.” Memang benar,
Roni tidak lulus SMP karena gagal saat UN. Karena tidak kuat menanggung malu,
Roni terpaksa putus sekolah. Memang sih, menurut gue pribadi, UN bukan sebuah
solusi untuk mencerdaskan bangsa. Tolak UN.
“Meskipun kakak putus sekolah, tapi lihat kakak sekarang.
Kakak sudah bisa beli motor sendiri, kakak sukses meski tidak sekolah.” Roni
menyombongkan motornya, motor yang dibeli dengan keringat sendiri. Percaya sama
gue, tingkat kesuksesan di daerah rumah gue cuman diukur dengan sebuah motor. Orang
yang bisa beli motor sendiri, berarti orang itu sudah sukses. Jadi kalo lo mau
disebut orang sukses, tinggal di daerah rumah gue, dan belilah motor bekas.
“Kakak, ade masih waras. Ade ga mau cuman bisa beli motor,
ade mau bahagiain orang tua.” Rani sedikit marah kepada Roni, dia melepaskan
genggaman tangan Roni.
“Sekali ini aja aku mohon sama kamu. Aku mau boncengin kamu
pake motor aku.” Roni memelas kepada Rani.
Rani yang tidak tega melihat Roni memelas, akhirnya
mengiyakan ajakan Roni.
Malam minggu tiba.... 5 menit lagi Roni akan berangkat
menjemput Rani. Setibanya Roni di depan rumah Rani, Roni disambut meriah oleh
kedua orang tua Rani.
“Eh ada Roni. Roni ini hebat, sekolah enggak selesai, tapi
bisa beli motor.” Orang tua Rani membanggakan Roni yang bisa beli motor. Roni
diperlakukan layaknya pahlawan yang membantu mengusir belanda. Padahal Roni
cuman beli motor. Seandainya para pahlawan melihat kejadian ini, mereka pasti
akan sedih. Mereka harus berjuang untuk bangsa, tapi Roni hanya harus membeli
motor untuk bisa diperlakukan layaknya pahlawan.
“Ah Tante bisa aja. oh iya, aku mau ajak Rani ke Zimbabwe,
boleh?” Padahal dia sedang berada di Bandung.
“Boleh dong, pake motor kamu ini kan? Bensinnya cukup
enggak? Kalo ga cukup, tante kasih buat bensin.” Yang penting bisa beli motor. Masalah
beli bensin, minta patungan aja.
Singkat cerita Rani dan Roni sampai di Zimbabwe, mereka
berdua duduk di fly over memandangi lampu-lampu yang menerangi seonggok desa
kecil di Zimbabwe.
“Udara di sini dingin banget ya? Sini aku peluk.” MODUS.
Roni mengeluarkan salah satu modusnya.
Rani mau aja dipeluk sama Roni. Lagian, Rani memang sudah
menyukai Roni sejak lama. Jadi tidak masalah kalo Roni memeluk Rani.
Lama mereka berpelukan, sampai akhirnya Roni mendekatkan
bibirnya ke bibir Rani, Rani juga mendekatkan bibirnya ke bibir Roni, sampai
sangat dekat sampai akhirnya mereka berdua berciuman, berciuman dibawah sinar
bulan dan dihadapan lampu yang bersinar dari seonggok desa.
“Aaaaw.” Rani berteriak sekencang-kencangnya, membuat ciuman
Roni terlepas.
“Kamu kenapa Dek?” Roni tercengang mendengar Rani berteriak.
“Ini betis aku kena knalpot kamu.” Betis Rani yang parises
menjadi merah. Sekarang, Rani sudah resmi menjadi seorang cabe-cabean. Seorang cabe-cabean
bisa disebut cabe-cabean kalo betisnya sudah pernah terkena knalpot panas.
Roni langsung berlutut dan meniupi betis Rani yang parises.
“Kamu nganggap aku apa sih?” Rani tiba-tiba bertanya tentang
status dia kepada Roni.
Roni yang sedang meniupi betis Rani langsung tercengang
mendengar pertanyaan itu.
“Kamu adalah adik buat aku.” Roni berhenti meniupi betis
Rani, dan berdiri di hadapan Rani.
Rani tertunduk dan meneteskan air mata nya. “Jadi, kamu cium
adik kamu? kamu peluk adik kamu? Aku pengen status yang jelas.”
Roni menghapus air mata Rani yang mengalir ke pipi Rani. “Udah,
aku ga mau lihat kamu nangis. Gimana kalo kita jadian?” Roni mengangkat dagu
Rani, dan mencoba mencium Rani lagi.
Rani memalingkan wajahnya, berusaha menolak ciuman Roni “Enggak,
udah telat, aku udah kecewa sama kamu. Aku mau pulang aja, aku mau pulang
sendiri.” Rani turun dari motor Roni dan mulai melangkahkan kaki pergi menjauh
dari Roni.
“Rani, kita lagi di Zimbabwe, kamu ga mungkin jalan kaki ke
rumah.” Roni berteriak kepada Rani tanpa berusaha mengejar Rani.
Rani tidak menoleh ke arah Roni, dia berharap Roni untuk
mengejarnya. Tapi itu tidak pernah terjadi, Roni tidak pernah mengejar Rani
karena Roni sudah kecewa, kecewa kepada diri sendiri dan melompat dari fly
over. Rani tidak pernah menoleh ke arah Roni, sehingga dia tidak pernah tahu
bahwa Roni melompat dari fly over.
Sesampainya di rumah, betis Rani menjadi besar dan parises
Rani semakin parah. Tapi syukur, dari kejadian ini, Rani menjadi fokus kepada
UN tanpa terganggu dengan cinta. Akhirnya Rani lulus UN dan masuk SMA favorit.
Roni masuk rumah sakit dan lumpuh seumur hidup, Roni tidak bisa memakai motor
baru nya lagi.
No comments:
Post a Comment